Laman

Sabtu, 17 Oktober 2009

CUKUPLAH KEMATIAN SEBAGAI PELARAN DAN NASEHAT



“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang. Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya. Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1,
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya) .”
Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44,
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”
**
Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa
Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telahdimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya. Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.
Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran. Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.
**
Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa
Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu. Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.
Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.
**
Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara
Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.
**
Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga
Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan. Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…”
dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)
Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.


TERIMA KASIH ANDA TELAH BERSAMA KAMI

Sabtu, 10 Oktober 2009

NAMA-NAMA THARIQAT ( TAREKAT )

Jumlah Tarekat sangat banyak, akan tetapi yang memiliki anggota yang cukup banyak tersebar di banyak negara di seluruh dunia sampai kini ada tujuh, yaitu:

1. Tarekat Khalawatiyah
2. Tarekat Naqsyabandiyah
3. Tarekat Qadiriyah
4. Tarekat Rifa’yah
5. Tarekat Sammaniyah
6. Tarekat Syaziliyah
7. Tarekat Tijaniyah


1. Tarekat Khalawatiyah

Cabang dari Tarekat Aqidah Suhrardiyah yang didirikan di Baghdat oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi. Mereka menamakan diri golongan Siddiqiyah karena mengklaim sebagai keturunan kahlifah Abu Bakar r.a. Khalawatiyah ini didirikan di Khurasan oleh Zahiruddin dan berhasil berkembang sampai ke Turki. Tidak mengherankan jika Tarekat Khalawatiyah ini banyak cabangnya antara lain; Tarekat Dhaifiyah di Mesir dan di Somalia dengan nama Salihiyah.

Tarekat Khalawatiyah ini membagi manusia menjadi tujuh tingkatan:

a. Manusia yang berada dalam nafsul ammarah
Mereka yang jahil, kikir, angkuh, sombong, pemarah, gemar kepada kejahatan, dipengaruhi syahwat dan sifat-sifat tercela lainnya. Mereka ini bisa membebaskan diri dari semua sifat-sifat tidak terpuji tersebut dengan jalan memperbanyak zikir kepada Allah SWT dan mengurangi makan-minum.
Maqam mereka adalah aghyar, artinya kegelap-gulitaan.

b. Manusia yang berada dalam nafsul lawwamah
Mereka yang gemar dalam mujahaddah (meninggalkan perbuatan buruk) dan berbuat saleh, namun masih suka bermegah-megahan dan suka pamer. Cara untuk melenyapkan sifat-sifat buruk tersebut adalah mengurangi makan-minum, mengurangi tidur, mengurangi bicara, sering menyendiri dan memperbanyak zikir serta berpikir yang baik-baik.
Maqam mereka adalah anwar, artinya cahaya yang bersinar.

c. Manusia yang berada dalam nafsul mulhamah
Mereka yang kuat mujahaddah dan tajrid, karena ia telah menemui isyarat-isyarat tauhid, namun belum mampu melepaskan diri dari hukum-hukum manusia. Cara untuk melepaskan kekurangannya adalah dengan jalan menyibukkan batinnya dalam Hakikat Iman dan menyibukkan diri dalam Syari’at Islam.
Maqam mereka adalah kamal, artinya kesempurnaan.

d. Manusia yang berada dalam nafsul muthma’innah
Mereka yang tidak sedikit pun meninggalkan ajaran Islam, mereka merasa nyaman jika berakhlak seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan merasa belum tentram hatinya jika belum mengikuti petunjuk dan sabda Beliau.
Manusia seperti ini sangat menyenangkan siapa pun yang melihatnya dan mengajaknya berbicara.

e. Manusia yang berada dalam nafsul radhiyah
Mereka yang sudah tidak menggantungkan diri kepada sesama manusia, melainkan hanya kepada Allah SWT. Mereka umumnya sudah melepaskan sifat-sifat manusia biasa.
Maqam mereka adalah wisal, artinya sampai dan berhubungan.

f. Manusia yang berada dalam nafsul mardhiyah
Mereka yang telah berhasil meleburkan dirinya ke dalam kecintaan khalik dan khalak, tidak ada penyelewengan dalam syuhudnya. Ia menepati segala janji Tuhan dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.
Maqam mereka adalah tajalli af’al, artinya kelihatan Tuhan.

g. Manusia yang berada dalam nafsul kamillah
Mereka yang dalam beribadah menyertakan badannya, lidahnya, hatinya dan anggota-anggota tubuhnya yang lain. Mereka ini banyak beristighfar, banyak ber-tawadhu’ (rendah hati atau tidak suka menyombongkan diri). Kesenangan dan kegemarannya adalah dalam tawajjuh khalak.
Maqam mereka adalah tajalli sifat, artinya tampak nyata segala sifat Tuhan.


2. Tarekat Naqsyabandiyah

Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan, beberapa kilometer dari Bukhara. Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naqsyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada pada namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.

Tarekat Naqsyabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan.

Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam Tarekat ini, yaitu:

a. Tobat

b. Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya)

c. Zuhud (Memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja)

d. Taqwa

e. Qanaah (Menerima dengan senang hati segala sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah SWT)

f. Taslim (Kepatuhan batiniah akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)

Hukum yang dijadikan pegangan dalam Tarekat Naqsyabandiyah ini juga ada enam, yaitu:

a. Zikir

b. Meninggalkan hawa nafsu

c. Meninggalkan kesenangan duniawi

d. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh

e. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT

f. Mengerjakan amal kebaikan


3. Tarekat Qadiriyah

Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang zahid, pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Sebagaimana Tarekat yang lain, Qadiriyah juga memiliki dan mengamalkan zikir dan wirid tertentu.

Sejak kecil, Syeikh Abdul Qadir telah menunjukkan tanda-tanda sebagai Waliyullah yang besar. Ia adalah anak yang sangat berbakti pada orang tua, jujur, gemar belajar dan beramal serta menyayangi fakir miskin dan selalu menjauhi hal0hal yang bersifat maksiat. Ia memang lahir dan dididik dalam keluarga yang taat karena ibunya yang bernama Fatimah dan kakeknya Abdullah Sum’i adalah wali Allah SWT.

Syeikh Abdul Qadir Jailani dikaruniai oleh Allah SWT keramat sejak masih muda, sekitar usia 18 tahun. Dikisahkan dalam manaqib (biografi) beliau bahwa ketika ia akan membajak sawah, sapi yang menarik bajak mengatakan kepadanya, “Engkau dilahirkan ke dunia bukan untuk kerja begini.” Peristiwa yang mengejutkan ini mendorongnya untuk bergegas pulang. Ketika ia naik ke aatas atap rumah, mata batinnya melihat dengan jelas suatu majelis yang sangat besar di Padang Arafah. Setelah itu ia memohojn kepada ibunya agar membaktikan dirinya kepada Allah SWT dan berkenan mengirimkannya ke kota Baghdad yang kala itu menjadi pusat ilmu pengetahuan yang terkenal bagi kaum muslimin. Dengan sangat berat hati ibunya pun mengabulkannya.

Suatu hari bergabunglah Abdul Qadir Jailani dengan kafilah yang menuju Baghdad. Ketika hampir sampai di tujuan, kafilah ini dikepung oleh sekawanan perampok. Semua harta benda milik kafilah dirampas, kecuali bekal yang dibawa oleh Abdul Qadir Jailani. Salah seorang kawanan perampok kemudian mendatanginya dan bertanya, “Apa yang engkau bawa?” Dengan jujur Abdul Qadir Jailani menjawab, “Uang empat puluh dinar.”

Perampok itu membawa Abdul Qadir Jailani menghadap pimpinannya dan menceritakan tentang uang empat puluh dinar. Pemimpin perampok itu pun segera meminta uang yang empat puluh dinar tadi, namun ia merasa terpesona oleh kepribadian Abdul Qadir Jailani. “Mengapa engkau berkata jujur tentang uang ini?” Dengan tenang Abdul Qadir Jailani, “Saya telah berjanji kepada ibu untuk tidak berbohong kepada siapapun dan dalam keadaan apapun.

Seketika pemimpin perampok tersebut terperangah, sejenak kemudian ia menangis dan menyesali segala perbuatan zalimnya. “Mengapa saya berani terus-menerus melanggar peraturan Tuhan, sedangkan pemuda ini melanggar janji pada ibunya sendiri saja tidak berani.” Ia kemudian memerintahkan semua barang rampasan kepada pemiliknya masing-masing dan sejak itu berjanji untuk mencari rezeki dengan jalan yang halal.

Semasa Abdul Qadir Jailani masih hidup, Tarekat Qadiriyah sudah berkembang ke beberapa penjuru dunia, antara lain ke Yaman yang disiarkan oleh Ali bin Al-Haddad, di Syiria oleh Muhammad Batha’, di Mesir oleh Muhammad bin Abdus Samad serta di Maroko, Turkestan dan India yang dilakukan oleh anak-anaknya sendiri. Mereka sangat berjasa dalam menyempurnakan Tarekat Qadiriyah. Mereka pula yang menjadikan tarekat ini sebagai gerakan yang mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk keperluan amal sosial.


4. Tarekat Rifa’yah

Pendirinya Tarekat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.

Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan oleh senjata tajam.


5. Tarekat Sammaniyah

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan Syeikh Muhammad Saman, seorang guru masyhur yang mengajarkan Tarekat di Madinah. Banyak orang Indonesia terutama dari Aceh yang pergi ke sana mengikuti pengajarannya. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika Tarekat ini tersebar luas di Aceh dan terkenal dengan nama Tarekat Sammaniyah.

Sebagaimana guru-guru besar Tasawuf, Syeikh Muhammad Saman terkenal akan kesalehan, kezuhudan dan kekeramatannya. Salah satu keramatnya adalah ketika Abdullah Al-Basri – karena melakukan kesalahan – dipenjarakan di Mekkah dengan kaki dan leher di rantai. Dalam keadaan yang tersiksa, Al-Basri menyebut nama Syeikh Muhammad Saman tiga kali, seketika terlepaslah rantai yang melilitnya. Kepada seorang murid Syeikh Muhammad Saman yang melihat kejadian tersebut, Al-Basri menceritakan, “kulihat Syeikh Muhammad Saman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus.”

Perihal awal kegiatan Syeikh Muhammad Saman dalam Tarekat dan Hakikat, menurut Kitab Manaqib Tuan Syeikh Muhammad Saman, adalah sejak pertemuannya dengan Syeikh Abdul Qadir Jailani. Kisahnya, di suatu ketika Syeikh Muhammad Saman berkhalwat (bertapa) di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datang Syeikh Abdul Qadir Jailani membawakan pakaian jubah putih. “Ini pakaian yang cocok untukmu.” Ia kemudian memerintahkan Syeikh Muhammad Saman agar melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang dibawanya. Konon semula Syeikh Muhammad Saman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah SAW menyebarkannya dalam kota Madinah.

Tarekat Sammaniyah juga mewiridkan bacaan zikir yang biasanya dilakukan secara bersama-sama pada Malam Jum’at di masjid-masjid atau mushalla sampai jauh tengah malam. Selain itu ibadah yang diamalkan oleh Syeikh Muhammad Saman yang diikuti oleh murid-muridnya sebagai Tarekat antara lain adalah shalat sunnah Asyraq dua raka’at, shalat sunnah Dhuha dua belas raka’at, memperbanyak riadhah (melatih diri lahir batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi.


6. Tarekat Syaziliyah

Pendiri Tarekat Syaziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Tentang arti kata “Syazili” pada namanya yang banyak dipertanyakan orang kepadanya, konon ia pernah menanyakannya kepada Tuhan dan Tuhan pun memberikan jawaban, “Ya Ali, Aku tidak memberimu nama Syazili, melainkan Syazz yang berarti jarang karena keistimewaanmu dalam berkhidmat kepada-Ku.

Ali Syazili terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan mengandung kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia masih kecil. Apalagi setelah ia berguru pada dua ulama besar – Abu Abdullah bin Harazima dan Abdullah Abdussalam ibn Masjisy – yang sangat meneladani khalifah Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib.

Dalam jajaran sufi, Ali Syazili dianggap seorang wali yang keramat. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa ia pernah mendatangi seorang guru untuk mempelajari suatu ilmu. Tanpa basa-basi sang guru mengatakan kepadanya, “Engkau mendapatkan ilmu dan petunjuk beramal dariku? Ketahuilah, sesungguhnya engkau adalah salah seorang guru ilmu-ilmu tentang dunia dan ilmu-ilmu tentang akhirat yang terbesar.” Kemudian pada suatu waktu, ketika ingin menanyakan tentang Ismul A’zam kepada gurunya, seketika ada seorang anak kecil datang kepadanya, “Mengapa engkau ingin menanyakan tentang Ismul A’zam kepada gurumu? Bukankah engkau tahu bahwa Ismul A’zam itu adalah engkau sendiri?”

Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:

a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.

b. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-lain.

c. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.

d. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.

e. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.


7. Tarekat Tijaniyah

Pendiri Tarekat Tijaniyah ialah Abdul Abbas bin Muhammad bin Muchtar At-Tijani (1737-1738), seorang ulama Algeria yang lahir di ‘Ain Mahdi. Menurut sebuah riwayat, dari pihak bapaknya ia masih keturunan Hasan bin Ali bin Abu Thalib. Keistimewaannya adalah pada saat ia berumur tujuh tahun, Konon Tijani sudah menghapal Alqur’an, kemudian mempelajari pengetahuan Islam yang lain, sehingga ia menjadi guru dalam usia belia.

Ketika naik haji di Madinah, Tijani berkenalan dengan Muhammad bin Abdul Karim As-Samman, pendiri Tarekat Sammaniyah. Setelah itu ia mulai mempelajari ilmu-ilmu rahasia batin. Gurunya yang lain dalam bidang Tarekat ini ialah Abu Samghun As-Shalasah. Dari sinilah pandangan batinnya mulai terasah. Bahkan konon dalam keadaan terjaga ia bertemu Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan kepadanya beberapa wirid, istighfar dan shalawat yang masing-masing harus diucapkan seratus kali dalam sehari semalam. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan agar Tijani mengajarkan wirid-wirid tersebut kepada semua orang yang menghendakinya.

Wirid-wirid yang harus diamalkan dalam Tarekat Tijaniyah sangat sederhana, yaitu terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali dan tahlil seratus kali. Semua wirid tersebut boleh diamalkan dua waktu sehari yaitu pagi setelah Shalat Shubuh dan sore setelah Shalat Ashar.
________________________________________

Sumber Tulisan:
• Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam; Edisi Senior, Cetakan VIII, Penebar Salam, Jakarta, September 2000
• Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat; Kajian Historis tentang Mistik, Cetakan IX, Ramadhani, Solo, 1993

TERIMA KASIH ANDA TELAH BERGABUNG DENGAN KAMI

MENGENAL ULAMA SHUFI


TERIMA KASIH ANDA TELAH BERGABUNG DENGAN KAMI

Jumat, 09 Oktober 2009

KITAB KUNING DIGITAL

TERIMA KASIH ANDA TELAH BERGABUNG DENGAN KAMI

DZIKIR DAN DOA SESUDAH SHALAT

Dzikir dan Doa Setelah Sholat
Dari Kitab Al-Adzkar Al-Nawawi

أجمع العلماءُ على استحباب الذكر بعد الصلاة، وجاءت فيه أحاديث كثيرة صحيحة في أنواع منه متعدّدة، فنذكرُ أطرافاً من أهمها:‏
• روينا في كتاب الترمذي عن أبي أمامة رضي اللّه عنه قال:
• قيل لرسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: أيّ الدعاء أسمع؟ قال: "جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِر، وَدُبُرُ الصَّلَوَاتِ المَكْتوبات" قال الترمذي: حديث حسن
• وروينا في صحيحي البخاري ومسلم، عن ابن عباس رضي اللّه عنهما قال:
• كنتُ أعرفُ انقضاء صلاة رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم بالتكبير. وفي رواية مسلم "كنّا" وفي رواية في صحيحيهما عن ابن عباس رضي اللّه عنهما: أن رفعَ الصوت بالذكر حين ينصرفُ النَّاسُ من المكتوبة كانَ على عهدِ رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم. وقال ابن عباس: كنتُ أعلمُ إذا انصرفوا، بذلك، إذا سمعتُه.‏
• وروينا في صحيح مسلم عن ثوبان رضي اللّه عنه قال:
• كان رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم إذا انصرف من صلاته استغفر ثلاثاً وقال: اللَّهُمَّ أنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلامُ، تَبارَكْتَ يا ذَا الجَلالِ وَالإِكْرامِ" قيل للأوزاعي وهو أحد رواة الحديث: كيف الاستغفار؟ قال: اسْتَغْفِرُ اللَّهَ، أسْتَغْفِرُ اللَّهَ.‏
• وروينا في صحيحي البخاري ومسلم، عن المغيرة بن شعبة رضي اللّه عنه:
• أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم كان إذا فرغ من الصلاة وسلّم قال: "لا إلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ على كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ؛ اللَّهُمَّ لا مانِعَ لِمَا أعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلا يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ".‏
• وروينا في صحيح مسلم، عن عبد اللّه بن الزبير رضي اللّه عنهما
• أنه كان يقول دُبُرَ كلّ صلاة حين يسلم: "لا إلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحدَهُ لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَة كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لا حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باللّه، لا إِلهَ إِلاَّ اللّه وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ ولَهُ الفَضْلُ، وَلَهُ الثَّناءُ الحَسَنُ، لا إلهَ إِلاَّ اللّه مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الكافِرُونَ" قال ابن الزبير: وكان رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم يهلّل بهنّ دُبُرَ كُلِّ صلاة.‏
• وروينا في صحيحي البخاري ومسلم، عن أبي هريرة رضي اللّه عنه:
• أن فقراء المهاجرين أتوا رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم فقالوا: ذهبَ أهل الدُّثُور بالدرجات العُلى والنعيم المقيم، يُصَلُّون كما نُصلِّي، ويصومون كما نصوم، ولهم فضل من أموال يحجّون بها ويعتمرون ويجاهدون ويتصدّقون، فقال: "ألا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئاً تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُـِمْ، وَلاَ يَكُونُ أحَدٌ أفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَع مِثْلَ ما صَنَعْتُمْ؟ قالوا: بلى يارسول اللّه! قال: تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلّ صَلاةٍ ثَلاثاً وَثَلاثينَ".
• قال أبو صالح الراوي عن أبي هريرة لما سئل عن كيفية ذكره؟ يقول: سبحان اللَّه والحمدُ للَّه واللَّه أكبر، حتى يكون منهنّ كلُّهن ثلاث وثلاثون. الدثور: جمع دَثْر بفتح الدال وإسكان الثاء المثلثة، وهو المال الكثير.‏
• وروينا في صحيح مسلم، عن كعب بن عُجْرَة رضي اللّه عنه،
• عن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: "مُعَقِّباتٌ لاَ يَخِيبُ قائِلُهُنَّ أوْ فاعِلُهُنَّ دُبُرَ كُلّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ: ثَلاثاً وَثَلاثِينَ تَسْبِيحَةً، وَثَلاثاً وَثَلاثِينَ تَحْمِيدَةً، وأرْبعاً وَثَلاثِينَ تَكْبِيرةً".‏
• وروينا في صحيح مسلم، عن أبي هريرة رضي اللّه عنه،
• عن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: "مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ في دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ، وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلاثاً وَثَلاثينَ، وكَبَّرَ اللَّهَ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ، وَقالَ تَمامَ المئة: لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ له، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ على كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، غُفِرَتْ خَطاياهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ".‏
• وروينا في صحيح البخاري في أوائل كتاب الجهاد، عن سعد بن أبي وقاص رضي اللّه عنه:
• أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم كان يتعوّذ دُبُرَ الصلاة بهؤلاء الكلمات: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الجُبْنِ، وَأعُوذُ بِكَ أنْ أُرَدَّ إلى أَرْذَلِ العمُرِ، وأعُوذُ بِكَ مِنْ فتْنَةِ الدُّنْيا، وأعُوذُ بِكَ منْ عَذَابِ القَبْرِ".‏
• وروينا في سنن أبي داود والترمذي والنسائي، عن عبد اللّه بن عمرو رضي اللّه عنهما،
• عن النبيّ صلى اللّه عليه وسلم قال: "خَصْلَضتانِ أوْ خَلَّتانِ لا يُحافِظُ عَلَيْهِمَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ إلاَّ دَخَلَ الجَنَّةَ، هُمَا يَسِيرٌ، وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ: يُسَبِّحُ اللَّهُ تَعالى دُبُرَ كُلّ صَلاةٍ عَشْراً، وَيَحْمَدُ عَشْراً، ويُكَبِّر عَشْراً، فَذَلِكَ خَمْسُونَ ومِئَةٌ باللِّسانِ، وألْفٌ وخَمْسُمِئَةٍ في المِيزَاِ. وَيُكَبِّرُ أرْبَعاً وَثَلاثِينَ إذَا أخَذَ مَضْجَعَةُ وَيحْمَدُ ثَلاثاً وَثَلاثينَ، وَيُسَبِّحُ ثَلاثاً وَثَلاثينَ، فَذَلكَ مِئَةٌ باللِّسانِ، وألفٌ بالميزَانِ". قال: فلقد رأيت رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم يعقدها بيده، قالوا: يارسول اللّه! كيف هما يسير، ومن يعمل بهما قليل؟ قال: "يأتِي أحَدَكُمْ ـ يعني الشيطان ـ في مَنامِهِ فَيُنَوِّمُهُ قَبْلَ أنْ يَقُولَهُ، ويأتِيهِ في صَلاتِهِ فَيُذَكِّرَهُ حاجَةً قَبْلَ أنْ يَقُولَهَا" إسناده صحيح، إلا أن فيه عطاء بن السائب وفيه اختلاف بسبب اختلاطه، وقد أشار أيوبُ السختياني إلى صحة حديثه هذا.‏
• وروينا في سنن أبي داود والترمذي والنسائي وغيرهم، عن عقبة بن عامر رضي اللّه عنه قال:
• أمرني رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم أن أقرأ بالمعوّذتين دُبُرَ كل صلاة. وفي رواية أبي داود "بالمعوّذات" فينبغي أن يقرأ: قل هو اللّه أحد، وقل أعوذ بربّ الفلق، وقل أعوذ بربّ الناس.‏
• وروينا بإسناد صحيح في سنن أبي داود والنسائي، عن معاذ رضي اللّه عنه:
• أن رسولَ اللَّه صلى اللّه عليه وسلم أخذ بيده وقال: "يا مُعَاذُ! وَاللَّهِ إِنّي لأُحِبُّكَ، فَقالَ: أُوصِيكَ يا مُعاذُ! لا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلّ صَلاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أعِنِّي على ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبادَتِكَ".‏
• وروينا في كتاب ابن السنيّ، عن أنس رضي اللّه عنه قال:
• كانَ رسولُ اللَّه صلى اللّه عليه وسلم إذا قَضى صلاتَه مسحَ جبهتَه بيده اليمنى، ثم قال: "أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ اللَّهُ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ، اللَّهُمَّ أذْهِبْ عَنِّي الهَمَّ والحزنَ".‏
• 14/161 وروينا فيه عن أبي أُمامة رضى اللّه عنه قال:
• ما دنوتُ من رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم في دُبُر مكتوبة ولا تطوُّع إلا سمعتُه يقول: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لي ذُنُوبي وَخَطايايَ كُلَّها، اللَّهُمَّ انْعِشْنِي واجْبُرْنِي وَاهْدِنِي لِصَالِح الأعْمالِ وَالأخْلاقِ، إنَّهُ لاَ يَهْدِي لِصَالِحها وَلاَ يَصْرِفُ سَيِّئَها إِلاَّ أَنْتَ".‏
• وروينا فيه عن أبي سعيد الخدريّ رضي اللّه عنه:
• أن النبيّ صلى اللّه عليه وسلم كان إذا فرغ من صلاته ـ لا أدري قبل أن يسلِّم أو بعد أن يسلِّم ـ يقول: "سُبْحانَ ربِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلامٌ على المُرْسَلِينَ، وَالحَمْدُ لِلَّهِ رَبّ العَالَمِينَ".‏
• وروينا فيه عن أَنس رضي اللّه عنه قال:
• كان النبي صلى اللّه عليه وسلم يقول إذا انصرف من الصلاة: "اللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمُرِي آخِرَهُ، وَخَيْرَ عَمَلِي خَواتِمَهُ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامي يَوْمَ ألْقاكَ".‏
• وروينا فيه عن أبي بكرة رضي اللّه عنه:
• أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم كان يقول في دُبر الصلاة: "اللَّهُمَّ إني أعُوذُ بِكَ مِنَ الكُفْرِ وَالفَقْرِ وَعَذَابِ القَبْرِ".‏
• وروينا فيه بإسناد ضعيف عن فضالة بن عبيد اللّه قال:
• قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: "إذَا صَلَّى أحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ تَعالى وَالثَّناء عَلَيْهِ، ثُمَّ يُصَلِّي على النَّبيّ صلى اللّه عليه وسلم ثُمْ ليَدْعُو بِمَا شَاءَ".
• (148) الترمذي (3494) ، والنسائي (108) في "اليوم والليلة" وقال الترمذي: حديث حسن غريب، وقال الحافظ: وفيما قاله نظر، لأن له عللاً، منها الانقطاع بين ابن سابط وأبي أمامة، ومنها عنعنة ابن جريج عن ابن سابط، ومنها الشذوذ. ثم ذكر الحافظ للشق الأول من الحديث شاهداً صحيحاً فانظر. الفتوحات الربانية 3/30.
• (149) البخاري (841) ، ومسلم (583) .
• (150) مسلم (591) ، وأبو داود (1513) ، والترمذي (300) ، والنسائي 3/68.
• (151) البخاري (844) ، ومسلم (593) ، وأبو داود (1505) ، والنسائي 3/70 في المجتبى، و (129) ، في "اليوم والليلة.
• (152) مسلم (594) ، وأبو داود (1506) و (1507) ، والنسائي 3/75 في المجتبى، و (127) في "اليوم والليلة".
• (153) البخاري (843) ، ومسلم (595) ، والموطأ 1/209، وأبو داود (1504) .
• (154) مسلم (596) ، والترمذي (3409) ، والنسائي 3/75 في المجتبى، و (155) و (156) في "اليوم والليلة".
• (155) مسلم (595) ، وانظر تخريجه كاملاً برقم 6/153.
• (156) البخاري (6374) ، والترمذي (3562) ، والنسائي 8/266 في المجتبى، و (131) و (132) في "اليوم والليلة"، وفي البخاري زيادة "وأعوذُ بك من البخل".
• (157) أبو داود (5065) ، والترمذي (3407) ، والنسائي 3/74. وقد صحه الحافظ، وبيّن أن سماع هذا الحديث من عطاء حصل قبل اختلاطه. انظر الفتوحات الربانية 1/51.
• (158) أبو داود (1532) ، والترمذي (2905) ، والنسائي 3/68، ورواه أحمد وابن حبّان والحاكم وابن السني، والحديث صحيح كما قال الحافظ. الفتوحات 3/53.
• (159) أبو داود (1522) ، والنسائي 3/53 في المجتبى، و (109) في "اليوم والليلة" ورواه الحاكم 1/273، وأحمد وإسحاق في مسنديهما، والطبراني في الدعاء، وابن حبّان في موضعين من صحيحه. والحديث صحيح كما قال الحافظ. الفتوحات 3/55.
• (160) ابن السني (110) وفيه "نشهد"؛ وإسناده ضعيف جداً، فيه زيد العمي ضعيف، وسلاَّم الطويل المدائني أشد ضعفاً.
• (161) ابن السني (114) وإسناده ضعيف.
• (162) ابن السني (117) وإسناده ضعيف.
• (162 م) ابن السني (119) وإسناده ضعيف.
• (163) ابن السني (109) ، وقال الحافظ بعد تخريجه: حديث حسن أخرجه أحمد والنسائي وابن أبي شيبة، وأخرجه ابن السني عن النسائي بإسناده، وعجيب للشيخ ـ أي النووي ـ في اقتصاره على ابن السني، والحديث في أحد السنن المشهورة. الفتوحات 3/60ـ61.
• (164) ابن السني (111) وسنده ضعيف لوجود ابن لهيعة فيه، أما متنه فصحيح؛ قال الحافظ هذا حديث صحيح أخرجه أحمد وإسحاق في مسنديهما، وأبو داود والترمذي وابن خزيمة وابن حبّان والحاكم.. الفتوحات 3/62.‏
• روينا عن أنس رضي اللّه عنه في كتاب الترمذي وغيره قال:
• قال رسولُ اللَّه صلى اللّه عليه وسلم: "مَنْ صَلَّى الفَجْرِ في جَماعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ تَعالى حتَّى تَطْلُعَ الشَمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كانَتْ كأجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تامَّةٍ تامةٍ تامةٍ" قال الترمذي: حديث حسن.‏
• وروينا في كتاب الترمذي وغيره، عن أبي ذر رضي اللّه عنه
• أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: "مَنْ قالَ فِي دُبُرِ صَلاةِ الصُّبْحِ وَهُوَ ثانٍ رِجْلَيهِ قَبْلَ أنْ يَتَكَلَّمَ: لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ يُحْيي وَيُمِيتُ وَهُوَ على كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مرَّاتٍ كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَناتٍ، ومُحِيَ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئاتٍ، وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجاتٍ، وكانَ يَوْمَهُ ذلكَ فِي حِرْزٍ مِنْ كُلّ مَكْرُوهٍ وَحُرِسَ مِنَ الشَّيْطانِ ولَمْ يَنْبَغِ لِذَنْبٍ أنْ يُدْرِكَهُ في ذلكَ اليَوْمِ إِلاَّ الشِّرْكَ باللَّهِ تَعالى". قال الترمذي: هذا حديث حسن، وفي بعض النسخ: صحيح.‏
• وروينا في سنن أبي داود، عن مسلم بن الحارث التميمي الصحابي رضي اللّه عنه،
• عن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم أنه أسرّ إليه فقال: إذَا انْصَرَفْتَ مِنْ صَلاةِ المَغْرِبِ فَقُلِ: اللَّهُمَّ أجِرْنِي مِنَ النَّارِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، فإنَّكَ إذَا قُلْتَ ذلكَ ثُمَّ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْها، وإذَا صَلَّيْتَ الصُّبْحَ فَقُلْ كذَلِكَ، فإنَّكَ إنْ مُتَّ مِنْ يَوْمِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْها".‏
• وروينا في مسند الإِمام أحمد وسنن ابن ماجه وكتاب ابن السنيّ، عن أُمّ سلمة رضي اللّه عنها قالت:
• كان رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم إذا صلى الصبح قال: "اللَّهُمَّ إني أسألُكَ عِلْماً نافِعاً، وعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَرِزْقاً طَيِّباً".‏
• وروينا فيه، عن صُهيب رضي اللّه عنه:
• أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم كان يحرّك شفتيه بعد صلاة الفجر بشيء، فقلت: يارسول اللّه! ما هذا الذي تقول؟ قال: "اللَّهُمَّ بِكَ أُحاوِلُ، وَبِكَ أُصَاوِلُ، وَبِكَ أُقاتِلُ" والأحاديث بمعنى ما ذكرته كثيرة، وسيأتي في الباب الآتي من بيان الأذكار التي تقال في أوّل النهار ما تقرّ به العيون إن شاء اللّه تعالى.
• وروينا عن أبي محمد البغوي في شرح السنّة قال: قال علقمة بن قيس: بلغنا أن الأرض تعجّ إلى اللّه تعالى من نومة العالِم بعد صلاة الصبح (شرح السنّة للبغوي، وإسناده منقطع) . واللّه أعلم.
• (165) الترمذي (586) وهو حديث غريب كما قال الحافظ ابن حجر، ولكنه يعتضد بشواهده. انظر الفتوحات الربانية 13/64.
• (166) الترمذي (3470) ، وقال: حديث حسن صحيح غريب، وحسنه الحافظ ابن حجر لشواهده.
• (167) أبو داود (5079) و (5080) ، والنسائي في الكبرى، وابن حبّان في صحيحه، وقد حسنّه الحافظ ابن حجر.
• (168) المسند 6/294، وابن ماجه (925) ، وابن السني (108) ، والنسائي (102) في "اليوم والليلة" ورجاله ثقات لولا جهالة مولى أُمّ سلمة. قال البوصيري في الزوائد: ولم أرَ أحداً ممّن صنّف في المبهمات ذكره، ولا أدري ما حاله. وقد حسن الحافظ ابن حجر الحديث لشواهده.
• (169) ابن السني (115) وهو حديث حسن بشواهده. انظر الفتوحات 3/71.‏


TERIMA KASIH ANDA TELAH BERGABUNG DENGAN KAMI

DOA SHALAT HAJAT

DOA SHOLAT HAJAT
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنَجِّيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الأَهْوَالِ وَالأَفَاتِ وَتَقْضِي لَنَا مِنْ جَمِيْعِ الْحَاجَات وَتُطَهِّرُنَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِيْ الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَص َحْبِهِ وَسَلَّم.
اللَّهُمَّ يَا جَامِعَ الشَّتَّاتِ وَيَا مُخْرِجَ النَّبَاتِ وَيَامُحْيِىَ العِظَامِ الرُّفَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَيَا مُجِيْبَ الدَّعَوَاتِ وَيَا مُفَرِّجَ الكُرَبَاتِ وَيَا سَامِعَ الأَصْوَاتِ مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سَمَوَاتِ وَيَا فَاتِحَ خَزَائِنَ الْكَرَمَاتِ وَيَا مَنْ مَلأَ َنُوْرِهِ الأَرْضَ وَالسَّمَوَاتِ وَيَا مَنْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا وَعَالِمًا بِمَا مَضَى وَمَا هُوَ آتٍ. نَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ بِقُدْرَتِكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَبِاسْتِغْنَائِكَ عَنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ وَبِحَمْدِكَ وَمَجْدِكَ يَا إِلَهَ كُلِّ شَيْءٍ أَنْْ تَجُوْدَ عَلَيْنَا بِقَضَاءِ حَاجَاتِنَا ....
وَأَنْ تَتَقَبَّلَ مِنَّا مَا بِهِ دَعَوْنَاكَ وَأَنْ تُعْطِيَنَا مَا سَأَلْنَاكَ بِحَقِّ سُوْرَةِ يس وَبِحَقِّ قَلْبِ القُرْآنِ وَبِحُرْمَةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم . اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ عَيْبًا إِلاَّ سَتَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ عَزْبًا إِلاَّ زَوَّجْتَهُ وَلاَ كَرْبًا إِلاَّ كَشَفْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلاَ ضَالاً إِلاَّ هَدَيْتَهُ وَلاَ عَائِلاً إِلاَّ أَغْنَيْتَهُ وَلاَ عَدْوًا إِلاَّ خَذَلْتَهُ وَكَفَيْتَهُ وَلاَ صَدِيْقًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ وَكَافَيْتَهُ وَلاَّ فَسَادًا إِلاَّ أَصْلَحْتَهُ وَلاَ مَرِيْضًا إِلاَّ عَافَيْتَهُ وَلاَ غَائِبًا إِلاَّ رَدَدْتَهُ وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ لَكَ فِيْهَا رِضَا وَلَنَا فِيْهَا صَلاَحٌ إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن . وَاكْتُبِ اللَّهُمَّ السَّلاَمَةَ وَالصِّحَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِمْ وَعَلَى عَبِيْدِكَ الْحُجَّاجِ وَالْغُزَّاةِ وَالزُّوَّارِ وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ فِيْ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَالْجَوِّ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَقِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ وَانْصُرْنَا عَلَى اْلقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ وَاخْتِمْ لَنَا يَارَبَّنَا مِنْكَ بِخَيْرٍ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . اللًّهُمَّ اكْشِفْ عَنَّا وَعَنِ الْمُسْلِمِيْنَ الغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالْبَلاَءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالمِحَنَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ .
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ . رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن.

TERIMA KASIH ANDA TELAH BERGABUNG DENGAN KAMI

Kamis, 08 Oktober 2009

KUMPULAN DOA

1. Do’a sebelum makan:
اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وقنا عذاب النار
Ya Allah berilah berkah kepada kami dari apa yang engkau beri rezeki pada kami dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
Do,a sesudah makan:
الحمد لله الذي أطعمنا وسقانا وجعلنا من المسلمين
Segala Puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kepada kami dan menjadikan kami muslim.

Do’a Iftar (buka Puasa):
اللهم لك صمت وبك آمنت وعلى رزقك أفطرت برحمتك يا ارحم الرحمين
Ya Allah untuk-Mu lah aku berpuasa dan kepada-Mu lah aku beriman dan atas rizki- Mu-lah aku berpuka, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

2. Do’a masuk Masjid:
اللهم افتح لى أبواب رحمتك
Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.
Do’a keluar Masjid:
اللهم اني اسألك فضلك
Ya Allah sesungguhnya aku minta kepada-Mu dengan keutamaan-Mu.

3. Do’a masuk WC:
اللهم اني أعوذ بك من الخبث والخبائث
Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari Godaan Syaiton laki-laki dan Perempuan. (HR.Bukhari)
Do’a keluar dari WC:
غفرانك الحمد لله الذي اذهب عني الأذى وعافانى
Aku minta ampun kepada-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menghindarkan daku dari penyakit dan menyehatkanku.

4. Do’a sebelum tidur:
باسمك اللهم أحيا وبأموت
Dengan namamu, aku hidup dan aku mati.
Do,a ketika bangun tidur:
الحمد الله الذي أحيانا بعدما أماتنا واليه النشور
Segala puji bagi Allah yang telah membangunkan kami setelah kami ditidurkan, dan
kepadaNyalah kami akan di bangkitkan.

5. Do’a ketika keluar dari rumah:
بسم الله توكلت على الله ولاحول ولا قوة الا بالله
Dengan nama Allah (aku keluar) aku bertawakkal kepadaNya, tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah.
Do`a ketika masuk rumah:
بسم الله ولجنا وبسم الله خرجنا وعلي الله توكلنا
Dengan nama Allah kami masuk (kerumah) dengan nama Allah kami keluar (darinya) dan kepada Tuhan kami bertawakkal.





6. Do’a ketika mendengarkan Adzan:
Seseorang untuk mendengarkan adzan hendaklah membaca sebagaimana yang di kumandangkan oleh muadzin, kecuali bacaan :حي علي الصلاة (hayya 'alassholaah) dan حي علي الفلاح (hayya 'alalfalaah) maka padanya bacalah :لاحول ولاقوة الابالله (laa haula walaa quwwata illa billah)
Membaca shalawat kepada Nabi saw sesudah adzan :
اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة آت سيدنا محمدا الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محمودا الذي وعدته(انك لا تخلف الميعاد)
Ya Allah, Tuhan panggilan yang sempurna (azan) dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah Al-Wasilah (derajat di surga,yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi SAW). Dan Fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan Beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.

7. Do`a sebelum wudhu:
بسم الله Dengan nama Allah (saya berwudhu).
Do`a setelah berwudhu:
اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسول الله
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut di sembah kecuali Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba & utusanNya .

اللهم اجعلني من التوابين واجعلنى من المتطهرين

Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah termasuk orang-orang (yang senang) bersuci.

8. Do’a ketika bersin:
Apabila seseorang diantara kamu bersin hendaklah membaca : الحمد لله (segala puji bagi Allah), lantas saudara atau temannya berkata : يرحمك الله (semoga Allah memberi berkah kepadamu), Bila saudara atau temannya berkata demikian bacalah :
يهديكم الله ويصلح بالكم (semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan memperbaiki hatimu).

9. Do’a Pelebur Dosa Majlis.
سبحناك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك
"Maha Suci Engkau, Ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.

10. Do’a sebelum berhubungan suami istri
بسم الله اللهم جنبنا الشيطان و جنب الشيطان ما رزقتنا
Dengan nama Allah. Ya Allah! Jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan untuk mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.

11. Doa untuk dijauhkan dari bala dan marabahaya:
بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شئ في الأرض و لا في السماء وهو السميع العليم
"Dengan nama Allah yang segala sesuatu baik di langit maupun di bumi tidak akan memberi mudhorot (bahaya) apa-apa selama berlindung dengan menyebut nama-Nya

12. Doa penawar dan penyejuk hati dari kesedihan, rasa malas, kebingungan, ketidak mampuan, bakhil dan keterlilitan hutang.
اللهم إني أعوذ بك من الهم و الحزن, و أعوذ بك من العجز و الكسل, وأعوذ بك من الجبن و البخل, وأعوذ بك من غلبة الدين و قهر الرجال
"Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan keduka-citaan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari beban hutang penindasan orang-orang."


TERIMA KASIH ANDA TELAH BERGABUNG DENGAN KAMI

DOA MELAHIRKAN ANAK


Doa untuk kemudahan melahirkan
Referensi: تحفة الحبيب على شرح الخطيب > كتاب الصيد والذبائح > فصل في العقيقة
Ijazah dari Syekh Syaubari yang dimuat di kitab Tuhfatul Habib dan Ianatuth Thalibin.
Perhatian: Mulailah dengan Al-Fatihah (berwasilah), Shalawat, Hamdalah, barulah berdoa:
ُا ْ خرُجْ أَيُّهَا الْوَلَدُ مِنْ بَطْ ٍ ن ضَيَِّقةٍ إَلى سِعَةِ هَذِهِ الدُّْنيَا ، ُا ْ خرُجْ ِبُقدْرَةِ اللَّهِ َتعَاَلى الَّذِي جَعََلك فِي قَرَا ٍ ر
مَكِي ٍ ن إَلى َقدَرٍ مَعُْلو ٍ م
21 ) َلوْ أَنزَْلَنا هَ َ ذا الُْقرْآنَ عََلى جَبَلٍ لَّرَأَيَْتهُ َ خاشِعًا مَُّتصَدِّعًا مِّنْ َ خشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ اْلأَمَْثالُ َنضْ ِ ربُهَا لِلنَّا ِ س )
َلعَلَّهُمْ يََتَفكَّرُونَ
22 ) هُوَ اللَّهُ الَّذِي َلا إَِلهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ اْل َ غيْ ِ ب وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ )
23 ) هُوَ اللَّهُ الَّذِي َلا إَِلهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الُْقدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ اْلعَ ِ زيزُ الْجَبَّارُ الْمَُت َ كبِّرُ سُبْحَا نَ )
اللَّهِ عَمَّا يُشْرِ ُ كونَ
24 ) هُوَ اللَّهُ الْخَالِ ُ ق الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ اْلأَسْمَاء اْلحُسَْنى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْ ِ ض وَهُ وَ )
اْلعَ ِ زيزُ الْحَكِيمُ
82 ) وَُننَزِّلُ مِنَ اْلُقرْآ ِ ن مَا هُوَ شَِفاء وَرَحْمَ ٌ ة لِّْلمُؤْمِنِينَ )
[Doa] Keluarlah hai bayi, dari perut yang sempit ke luasnya dunia ini. Keluarlah dg kekuasaan Allah
SWT yang telah menciptakan engkau di dalam tempat yang kokoh (rahim) menuju ketentuan yang
telah diketahui.
(QS. 59 Al Hasyr)
[21] Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan -
perumpamaan itu. Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.
[22] Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib
dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
[23] Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang
Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka
persekutukan.
[24] Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan
Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. 17 Al-Isra') [82] Dan Kami turunkan dari Al Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman
TERIMA KASIH ANDA TELAH BERGABUNG DENGAN KAMI